Bondowoso – Enam Fraksi DPRD Bondowoso menyampaikan pemandangan umum Raperda tentang Perubahan Kedua Atas Perda Nomor 5 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pemiliihan,Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa pada Rapat Paripurna di Gedung DPRD Bondowoso ,Kamis 13/03/2025.
Pandangan Umum Fraksi ini merupakan pintu gerbang menuju pemerintahan desa yang lebih baik kedepannya.
Pasalnya Raperda ini tidak hanya
memuat hal-hal formil dalam tata cara Pemiliihan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa di Kabupaten Bondowoso. Tapi juga hal-hal substansial agar harapan-harapan masyarakat terhadap Pemerintahan Desa yang transparan, akuntabel dan
partisipatif dapat tercapai.
Pada Rapat Paripurna tersebut Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menyampaikan yang berkaitan dengan partisipatif, agar anggota Pansus raperda dapat memberikan ruang kepada seluruh lapisan masyarakat supaya bisa terlibat dalam proses pemilihan kepala desa.
Salah satunya dengan menyematkan pasal yang mengatur pada proses penjaringan kepala desa dalam raperda ini. Sehingga kepala desa yang memang menjadi keinginan masyarakat dapat berpartisipasi dalam kontestasi pilkades nantinya.
Selain itu Fraksi PKB menyampaikan bahwa berkaitan usulan pasal 3A yang disematkan diantara pasal 3 dan pasal 4,
Fraksi PKB menilai bahwa proses pendaftan calon kades itu terlalu lama. Diharapkan agar proses pendaftan calon kades bisa lebih cepat.
Terkait ASN (PNS – PPPK), TNI, Polri atau perangkat desa yang ingin mengikuti kontestasi pilkades agar ada kejelasan status atasan yang memberi ijin(yang tertuang baik dalam perda atau perbup).
Seperti ASN harus mendapat ijin
atasannya, maka dalam hal ini dipertegas atasannya yaitu bupati..
Sementara itu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menyampaikan bahwa perubahan Raperda ini menjadi harapan baru agar pemerintah desa mampu berjalan sesuai harapan masyarakat, bukan hanya masalah tatacara pemilihan dan penambahan masa jabatan dari 6 tahun menjadi 8 tahun, tetapi lebih kepada bagaimana kepala desa mampu menjadi pemimpin yang adil dan bijaksana, serta meningkatkan pelayanan public dan mengelola keuangan secara transparan dan akuntabel dengan mmemanfaatkan sumber daya alam secara optimal dan sumber daya manusia secara maksimal.
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan memandang perlu adanya perbaikan secara normatif terkait syarat dan ketentuan menjadi calon kepala desa .Pertama, terkait Keterlibatan Masyarakat dalam Pemilihan Kepala Desa.
Fraksi Partai Golkar memandang bahwa Raperda ini mencantumkan
kualifikasi calon Kepala Desa minimal lulusan SMP/sederajat. Kami tidak menentang kualifikasi ini, namun ada pertanyaan yang perlu dipertimbangkan: jika perangkat desa saja diharuskan memiliki kualifikasi minimal SMA/sederajat, apakah rasanya tidak lebih baik jika calon Kepala Desa juga memiliki kualifikasi yang lebih tinggi, seperti SMA atau bahkan sarjana? Mengingat peran Kepala Desa yang semakin kompleks dalam mengelola pemerintahan dan pembangunan desa, kualifikasi yang lebih tinggi dapat membantu memastikan calon yang terpilih memiliki kemampuan yang memadai.
Oleh karena itu,Fraksi Golkar mengusulkan agar Raperda ini
mempertimbangkan peningkatan kualifikasi calon Kepala Desa setidaknya pada level SMA/sederajat, yang lebih sebanding dengan persyaratan .
Sedangkan Fraksi PDI Perjuangan Kabupaten Bondowoso
memandang perlu mengajukan beberapa saran-saran.
Mengingat banyaknya desa di Kabupaten Bondowoso yang sudah lama di isi oleh pejabat Kepala Desa, maka Pemerintah Daaerah harus segera melaksanakan Pemilihan Kepala Desa pada tahun 2025, ini guna menjawab aspirasi dan opini Masyarakat untuk menjaga iklim demokrasi
yang sehat di Tingkat desa.
Sambil menunggu pembahasan tentang Perubahan Peraturan Daerah, dimohon kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bondowoso untuk segera
mengawali melaksanakan sosialisasi dan merancang tahapan-tahapan Pilkades.
Kemudian Kecamatan atau camat adalah SKPD yang langsung bersinggungan dan berinteraksi langsung terhadap desa dan kepala desa.
Fraksi GERINDRA sampaikan supaya profesional mengikuti alur regulasi dan tidak ada tepo selera lagi terhadap oknum-oknum kepala desa yang tidak bisa menjalankan fungsi-fungsi pembangunan.
Tapi masih merekomendasi realisasi dana DD dan ADD sehingga menyebabkan
terakumulasinya persoalan pembangunan yang akhirnya menyeret oknum, kepada hal-hal yang terkait dengan hukum.
Juru bicara Fraksi Demokrat dan PKS menyampaikan Namun, sejatinya Undang-Undang tentang Desa yang kemudian disahkan oleh presiden RI pada 24 April 2024 menjadi UndangUndang No. 3 Tahun 2024 sebagai salah satu dasar hukum dalam menyusun Raperda Perubahan ini, ternyata menuai pro kontra di dalamnya. Di dalamnya memuat terkait jangka waktu jabatan kepala desa yang berubah dari 6 tahun masa jabatan dan dapat mencalonkan sebanyak 3 (tiga) kali, kemudian berubah menjadi 8 tahun masa jabatan dengan pencalonan sebanyak 2 (dua) kali, aturan tersebut tertuang dalam Pasal 39 ayat 1 dan 2. Hal ini menjadi problematika tersendiri, ketika melihat data-data terkait indeks korupsi terbanyak di Indonesia justru datang dari dana desa. Pengesahan UU tersebut dapat menjadi peluang tersendiri bagi penyelenggara desa untuk memanipulasi dana desa.
“Kasus korupsi menjadi pekerjaan berat bagi pemerintah, aktivitas tersebut banyak menyebabkan kerugian negara baik dalam skala kecil maupun hingga skala besar atau triliunan rupiah. Dengan besarnya kerugian yang timbul akibat perbuatan tersebut menjadikan korupsi tergolong dalam kategori extra ordinary crime atau tindak kejahatan luar biasa. Pada umumnya, korupsi terjadi pada masyarakat yang memiliki ‘ pungkas juri bicara Fraksi Demokrat dan PKS.